Kamis, 24 Mei 2012

MINDER

  minder
* Harga diri yang rendah atau minder menjadi penyebab ketidak suksesan dalam hidup, baik bergaul, studi, kepuasan pernikahan, hingga keberhasilan karir** (Julianto Simanjuntak)
Orang yang memiliki harga diri yang rendah sesungguhnya menderita secara emosi. Ekspresi orang yang inferior ini ada dua:
Pertama, minder menghindar, segan tampil dan segan konflik dengan orang lain. Jika ada konflik, Suka menyalahkan diri sendiri, bahkan saat dirinya tidak bersalah.
Kedua, minder menyerang. Ekspresinya sombong atau angkuh, suka menyerang jika terpojok. Marah berlebihan dan cenderung menyakiti orang lain dengan kata atau perilaku.
Harga diri yang miskin (low self-esteem) terbentuk dari kecil. Harga diri kita dibentuk oleh lima unsur atau area penting yakni: Akademis, Emosi, Sosial, Fisik dan spiritual.  Beberapa kita bertumbuh di area tertentu tapi terhambat di area lain. Harga diri ibarat tubuh, bertumbuh secara bertahap dan perlu penanganan yang baik agar tumbuh dengan sehat.
Jika harga diri Anda rendah atau minder, lakukanlah sesuatu (segera) untuk memperbaikinya. Tidak ada yang terlambat. Sebab Harga diri yang rendah berelasi dengan kemampuan Anda bergaul, studi, kepuasan pernikahan, hingga keberhasilan karir.
LIMA PEMBENTUK HARGA DIRI
1. Harga diri Akademis. kita merasa berharga karena punya kemampuan akademik tertentu. Menonjol di area tertentu, dan sering mendapat pujian karena kelebihan itu. Kita mendapatkan prestasi akademik yang baik, terutama saat masih SD hingga SMP. Pujian dan merasa berharga secara akademis membuat kita PeDe.
2. Harga Diri Emosi. Ini bertumbuh karena merasa diri diterima. Emosi kita baik positif maupun negatif diterima di rumah. Ortu memahami kita tatkala  menangis dan tidak menganggap kita cengeng. Ikut gembira saat kita senang. Ada kebebasan mengungkapkan emosi secara pas di antara keluarga. Ada perasaan bebas berbicara, dan mendapat apresiasi dan pujian secara emosi dari ortu dengan cukup.
3. Harga Diri Sosial. Perasaan berharga ini tumbuh karena dua hal. Penerimaan orangtua dan pergaulan yang sehat. Ortu menerima kita apa adanya, tidak membandingkan kita dengan lainnya. Didukung kesempatan dan kesempatan bergaul sejak kecil, dan memiliki beberapa sahabat baik untuk berbagi.
4. Harga Diri Fisik. Kita punya penampilan yang baik, mulai dari kebiasaan rapi, bersih dan penampilan fisik yang relatif ok. Sering anak yang cantik atau cakap parasnya banyak mendapat pujian. Juga anak yang rapi dan pembersih. Termasuk di dalamnya ketrampilan atau skil seperti rajin bekerja, dan trampil mengerjakan pekerjaan di rumah seperti memasak, membersihkan rumah, suka menolong dlsb.
5. Harga Diri Spiritual. Harga diri yang dibangun karena hubungan yang baik dengan Tuhan, bertumbuh secara iman, dan mendapat contoh yang cukup dari ortu dan lingkungan tentang manfaat ibadah.
SHARING PRIBADI
Sejak  SD saya adalah seorang yang pemalu, peragu dan minder.   Saya dibesarkan seorang Papa yang keras. Pecandu alkohol yang sering marah dan ringan tangan pada anak. Kemarahan ayah tak jarang membuat saya takut dan dan  terbawa hingga ke tempat  tidur. Akibatnya malam kadang ngompol hingga di  usia 8 tahun.
Saya besar dengan julukan negatif,  ”giman”, alias gigi mancung. Sebab sebagian gigi saya memang maju ke depan.  Jadi kalau kakak atau sahabat saya memanggil saya bukan dengan Julianto, tapi “Giman”.
Seingat saya hampir tidak pernah saya ingat dipuji oleh Papa atau Mama. Bahkan ketika mengingat  apakah saya pernah dipeluk, dipangku dan digendong sulit sekali rasanya memori itu keluar. Saya hanya ingat diurus dengan kasih sayang oleh kakak angkat saya di rumah.
Di sekolah prestasi akademik saya biasa-biasa saja. Bahkan tak jarang angka merah menghiasi raportku. Kadang disemprot karena nilai jelek itu. Prestasi dalam bidang olahraga nyaris tidak ada.
Di rumah saya sering dipersalahkan. Urusan apa saja di rumah membeli ini dan itu, sayalah yang disuruh. Kalau saya menolak, pasti dibentak. Kalau salah membeli ya dimarahin. Omongan saya juga tidak lancar, kadang terbata-bata. Akibatnya terasa saat masuk sekolah SMP. Saya menjadi seoramg remaja peragu, takut bicara di depan kelas. Saya selalu merasa takut salah.
Secara fisik saat di SMA  saya kurus sekali. Disamping gigi yang tak rata, saya merasa badan saya tidak gagah. Dibanding banyak teman yang badannya gagah, ototnya kekar. Minder habis. Apalagi membandingkan dengan teman yang punya bakat memimpin, musik, menyanyi, dsb. Belum lagi soal uang jajan yang nyaris tak punya, dibanding teman teman yang sering makan ke kantin. Minder saya tambah parah.   Saya benar-benar tumbuh dengan harga diri yang rendah.
KIAT MENGATASI MINDER
Harga diri yang rendah atau minder menjadi penyebab banyak ketidak suksesan hidup, baik dalam bergaul, kepuasan pernikahan, hingga dalam keberhasilan karir. Jadi alangkah baiknya kita serius mengatasi rasa minder kita.
Ada beberapa hal yang menyembuhkan rasa minder atau rendah diri kita. Pemulihan ini bersifat proses, tak pernah sekali jadi atau dalam waktu singkat. Kita perlu lingkungan yang baik dan dukungan orang terdekat kita.
Pertama, saya menyadari dan mengakui bahwa memang saya minder, peragu dan penakut. Saya harus jujur dengan diri saya sendiri. Saya mencoba terbuka dengan kelamahan dan kekurangan dan siap jika saya dikritik atau ditegur. Tujuannya supaya saya tidak mudah tersinggung
Kedua, saya inventarisasi kelebihan-kelebihan saya. Saya bisa menyanyi dan  bagus bermain gitar. Karena itu saat kuliah saya bergabung dengan grup paduan suara dan vocal grup. Saya kemudian dipilih menjadi ketua atau pimpinan vocal grup, termasuk melatih. Grup kami sering di bawa dosen tampil di beberapa kota. Harga diri saya mulai naik.
Ketiga, teman-teman di kampus bilang saya bagus mengajar. Aneh, berbeda dengan perasaan saya, merasa diri takut bicara. Saat praktek kerja (KKN) dosen menempatkan saya mengajar di salah satu SMA. Seminggu sekali saya mengajar. Pengalaman ini salah satu titik balik kepercayaan diri saya sembuh. Tak disangka murid-murid suka  dan antusias belajar.  Saya lalu memikirkan alangkah indahnya kelak jika saya bisa menjadi pengajar. Hal ini muncul karena saya kagum pada beberapa dosen dan guru saya saat di SMA.
Keempat, suka menolong. Salah satu sifat yang saya perhatikan menghasilkan banyak teman adalah suka  menolong. Sejak di kampus saya mengembangkan sifat itu. Suka menolong dan suka memberi. Membantu teman carikan buku. Meminjamkan catatan, mengajar teman main gitar, dlsb. Intinya belajar Memperhatikan teman-teman di asrama yang butuh bantuan. Kadang hanya menjadi teman sharing atau tempat curhat kawan yang susah. Dampaknya saya mulai banyak teman, dan saya merasa disayang. Tentu saya senang.
Kelima, menikah dengan orang yang cocok. Pernikahan ternyata menyembuhkan rasa minder dan trauma masa lalu saya. Hubungan yang saling membangun dan harmonis dengan pasangan membuat saya menemukan harga diri sesungguhnya. Perasaan disayang, dimengerti dan dihargai menyembuhkan.  Pujian dan penghargaan dari istri saya  Roswitha membuat saya berarti. Selain itu kedua putra yang dianugerahkan Tuhan membuat saya mengembangkan diri sebagai seorang Ayah. Perasaan dibutuhkan dan disyang oleh anak-anak menanamkan identitas baru, saya berharga dan dicinta. Dalam pernikahan inilah saya menemukan satu bakat baru dalam diri saya, menulis. Itu karena istri saya terus mendorong saya menulis, dan kerap memberikan apresiasi.
Keenam, setelah beberapa kali pindah kerja, saya merasa cocok bekerja sebagai konselor. Lalu mengajar dan  menulis. Tiga pekerjaan ini membuat saya merasa diri berarti. Bertemu dengan banyak mahasiswa membuat saya kaya dalam interaksi. Menulis membuat saya punya banyak sahabat, yang tersebar di banyak tempat. Konselor membuat saya merasa bisa menolong banyak orang yang sedang susah dan buntu jalan hidupnya. Menjalani Karir yang sesuai, terbukti mengatasi minder saya.
Ketujuh, membangun hubungan pribadi dengan Tuhan. Melatih rasa bersyukur. Spiritualitas yang baik membuat kita selalu berpikir positif dan menghargai setiap hal baik yang ada pada kita. Menyadari panggilan Ilahi, membangun cita-cita (visi) menjadi orang berguna bagi sesama membuat kita selalu antusias mengembangkan diri.
PENUTUP
Saya berharap tulisan ini  dapat memberi inspirasi dan motivasi.  Setiap kita telah diberi kelebihan dan talenta.  Sebagian kelebihan itu belum kita sadari dan sebagian talenta itu mungkin masih tersembunyi.
Jika Anda masih muda dan belum menikah, rancanglah pernikahan anda dengan baik. Temukan dan pilihlah pasangan  hidup yang sesuai dan pas buat Anda. Pasangan yang membangun hidupmu lebih baik. Pernikahan terbukti memulihkan masa lalu yang kurang kasih sayang dan juga harga diri.
Jika Anda sudah menikah, cintailah pasangan dan anak anak dengan baik. Jadikanlah  mereka matahari Anda, yang dapat memantulkan kembali kasih kepada anda. Pilihlah karir yang sesuai, yang olehnya Anda merasa berarti dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dengan demikian harga diri Anda akan dibangun dengan sendirinya.
Source: Christian Therapist Notebook, (Philip Henry dkk); Membangun Harga Diri Anak (Julianto & Roswitha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar