* Harga diri yang rendah atau minder menjadi penyebab ketidak
suksesan dalam hidup, baik bergaul, studi, kepuasan pernikahan, hingga
keberhasilan karir** (Julianto Simanjuntak)
Orang yang memiliki harga diri yang rendah sesungguhnya menderita secara emosi. Ekspresi orang yang inferior ini ada dua:
Pertama, minder menghindar, segan tampil dan segan konflik dengan
orang lain. Jika ada konflik, Suka menyalahkan diri sendiri, bahkan
saat dirinya tidak bersalah.
Kedua, minder menyerang. Ekspresinya sombong atau angkuh, suka
menyerang jika terpojok. Marah berlebihan dan cenderung menyakiti orang
lain dengan kata atau perilaku.
Harga diri yang miskin (low self-esteem) terbentuk dari kecil. Harga
diri kita dibentuk oleh lima unsur atau area penting yakni: Akademis,
Emosi, Sosial, Fisik dan spiritual. Beberapa kita bertumbuh di area
tertentu tapi terhambat di area lain. Harga diri ibarat tubuh, bertumbuh
secara bertahap dan perlu penanganan yang baik agar tumbuh dengan
sehat.
Jika harga diri Anda rendah atau minder, lakukanlah sesuatu (segera)
untuk memperbaikinya. Tidak ada yang terlambat. Sebab Harga diri yang
rendah berelasi dengan kemampuan Anda bergaul, studi, kepuasan
pernikahan, hingga keberhasilan karir.
LIMA PEMBENTUK HARGA DIRI
1. Harga diri Akademis. kita merasa berharga karena
punya kemampuan akademik tertentu. Menonjol di area tertentu, dan
sering mendapat pujian karena kelebihan itu. Kita mendapatkan prestasi
akademik yang baik, terutama saat masih SD hingga SMP. Pujian dan
merasa berharga secara akademis membuat kita PeDe.
2. Harga Diri Emosi. Ini bertumbuh karena merasa diri diterima. Emosi
kita baik positif maupun negatif diterima di rumah. Ortu memahami kita
tatkala menangis dan tidak menganggap kita cengeng. Ikut gembira saat
kita senang. Ada kebebasan mengungkapkan emosi secara pas di antara
keluarga. Ada perasaan bebas berbicara, dan mendapat apresiasi dan
pujian secara emosi dari ortu dengan cukup.
3. Harga Diri Sosial. Perasaan berharga ini tumbuh karena dua hal.
Penerimaan orangtua dan pergaulan yang sehat. Ortu menerima kita apa
adanya, tidak membandingkan kita dengan lainnya. Didukung kesempatan dan
kesempatan bergaul sejak kecil, dan memiliki beberapa sahabat baik
untuk berbagi.
4. Harga Diri Fisik. Kita punya penampilan yang baik, mulai dari
kebiasaan rapi, bersih dan penampilan fisik yang relatif ok. Sering anak
yang cantik atau cakap parasnya banyak mendapat pujian. Juga anak yang
rapi dan pembersih. Termasuk di dalamnya ketrampilan atau skil seperti
rajin bekerja, dan trampil mengerjakan pekerjaan di rumah seperti
memasak, membersihkan rumah, suka menolong dlsb.
5. Harga Diri Spiritual. Harga diri yang dibangun karena hubungan
yang baik dengan Tuhan, bertumbuh secara iman, dan mendapat contoh yang
cukup dari ortu dan lingkungan tentang manfaat ibadah.
SHARING PRIBADI
Sejak SD saya adalah seorang yang pemalu, peragu dan minder. Saya
dibesarkan seorang Papa yang keras. Pecandu alkohol yang sering marah
dan ringan tangan pada anak. Kemarahan ayah tak jarang membuat saya
takut dan dan terbawa hingga ke tempat tidur. Akibatnya malam kadang
ngompol hingga di usia 8 tahun.
Saya besar dengan julukan negatif, ”giman”, alias gigi mancung.
Sebab sebagian gigi saya memang maju ke depan. Jadi kalau kakak atau
sahabat saya memanggil saya bukan dengan Julianto, tapi “Giman”.
Seingat saya hampir tidak pernah saya ingat dipuji oleh Papa atau
Mama. Bahkan ketika mengingat apakah saya pernah dipeluk, dipangku dan
digendong sulit sekali rasanya memori itu keluar. Saya hanya ingat
diurus dengan kasih sayang oleh kakak angkat saya di rumah.
Di sekolah prestasi akademik saya biasa-biasa saja. Bahkan tak jarang
angka merah menghiasi raportku. Kadang disemprot karena nilai jelek
itu. Prestasi dalam bidang olahraga nyaris tidak ada.
Di rumah saya sering dipersalahkan. Urusan apa saja di rumah membeli
ini dan itu, sayalah yang disuruh. Kalau saya menolak, pasti dibentak.
Kalau salah membeli ya dimarahin. Omongan saya juga tidak lancar,
kadang terbata-bata. Akibatnya terasa saat masuk sekolah SMP. Saya
menjadi seoramg remaja peragu, takut bicara di depan kelas. Saya
selalu merasa takut salah.
Secara fisik saat di SMA saya kurus sekali. Disamping gigi yang tak
rata, saya merasa badan saya tidak gagah. Dibanding banyak teman yang
badannya gagah, ototnya kekar. Minder habis. Apalagi membandingkan
dengan teman yang punya bakat memimpin, musik, menyanyi, dsb. Belum lagi
soal uang jajan yang nyaris tak punya, dibanding teman teman yang
sering makan ke kantin. Minder saya tambah parah. Saya benar-benar
tumbuh dengan harga diri yang rendah.
KIAT MENGATASI MINDER
Harga diri yang rendah atau minder menjadi penyebab banyak ketidak
suksesan hidup, baik dalam bergaul, kepuasan pernikahan, hingga dalam
keberhasilan karir. Jadi alangkah baiknya kita serius mengatasi rasa
minder kita.
Ada beberapa hal yang menyembuhkan rasa minder atau rendah diri kita.
Pemulihan ini bersifat proses, tak pernah sekali jadi atau dalam waktu
singkat. Kita perlu lingkungan yang baik dan dukungan orang terdekat
kita.
Pertama, saya menyadari dan mengakui bahwa memang saya minder, peragu
dan penakut. Saya harus jujur dengan diri saya sendiri. Saya mencoba
terbuka dengan kelamahan dan kekurangan dan siap jika saya dikritik atau
ditegur. Tujuannya supaya saya tidak mudah tersinggung
Kedua, saya inventarisasi kelebihan-kelebihan saya. Saya bisa
menyanyi dan bagus bermain gitar. Karena itu saat kuliah saya
bergabung dengan grup paduan suara dan vocal grup. Saya kemudian
dipilih menjadi ketua atau pimpinan vocal grup, termasuk melatih. Grup
kami sering di bawa dosen tampil di beberapa kota. Harga diri saya
mulai naik.
Ketiga, teman-teman di kampus bilang saya bagus mengajar. Aneh,
berbeda dengan perasaan saya, merasa diri takut bicara. Saat praktek
kerja (KKN) dosen menempatkan saya mengajar di salah satu SMA. Seminggu
sekali saya mengajar. Pengalaman ini salah satu titik balik
kepercayaan diri saya sembuh. Tak disangka murid-murid suka dan
antusias belajar. Saya lalu memikirkan alangkah indahnya kelak jika
saya bisa menjadi pengajar. Hal ini muncul karena saya kagum pada
beberapa dosen dan guru saya saat di SMA.
Keempat, suka menolong. Salah satu sifat yang saya perhatikan
menghasilkan banyak teman adalah suka menolong. Sejak di kampus saya
mengembangkan sifat itu. Suka menolong dan suka memberi. Membantu teman
carikan buku. Meminjamkan catatan, mengajar teman main gitar, dlsb.
Intinya belajar Memperhatikan teman-teman di asrama yang butuh bantuan.
Kadang hanya menjadi teman sharing atau tempat curhat kawan yang susah.
Dampaknya saya mulai banyak teman, dan saya merasa disayang. Tentu
saya senang.
Kelima, menikah dengan orang yang cocok. Pernikahan ternyata
menyembuhkan rasa minder dan trauma masa lalu saya. Hubungan yang saling
membangun dan harmonis dengan pasangan membuat saya menemukan harga
diri sesungguhnya. Perasaan disayang, dimengerti dan dihargai
menyembuhkan. Pujian dan penghargaan dari istri saya Roswitha membuat
saya berarti. Selain itu kedua putra yang dianugerahkan Tuhan membuat
saya mengembangkan diri sebagai seorang Ayah. Perasaan dibutuhkan dan
disyang oleh anak-anak menanamkan identitas baru, saya berharga dan
dicinta. Dalam pernikahan inilah saya menemukan satu bakat baru dalam
diri saya, menulis. Itu karena istri saya terus mendorong saya menulis,
dan kerap memberikan apresiasi.
Keenam, setelah beberapa kali pindah kerja, saya merasa cocok bekerja
sebagai konselor. Lalu mengajar dan menulis. Tiga pekerjaan ini
membuat saya merasa diri berarti. Bertemu dengan banyak mahasiswa
membuat saya kaya dalam interaksi. Menulis membuat saya punya banyak
sahabat, yang tersebar di banyak tempat. Konselor membuat saya merasa
bisa menolong banyak orang yang sedang susah dan buntu jalan hidupnya.
Menjalani Karir yang sesuai, terbukti mengatasi minder saya.
Ketujuh, membangun hubungan pribadi dengan Tuhan. Melatih rasa
bersyukur. Spiritualitas yang baik membuat kita selalu berpikir positif
dan menghargai setiap hal baik yang ada pada kita. Menyadari panggilan
Ilahi, membangun cita-cita (visi) menjadi orang berguna bagi sesama
membuat kita selalu antusias mengembangkan diri.
PENUTUP
Saya berharap tulisan ini dapat memberi inspirasi dan motivasi.
Setiap kita telah diberi kelebihan dan talenta. Sebagian kelebihan
itu belum kita sadari dan sebagian talenta itu mungkin masih
tersembunyi.
Jika Anda masih muda dan belum menikah, rancanglah pernikahan anda
dengan baik. Temukan dan pilihlah pasangan hidup yang sesuai dan pas
buat Anda. Pasangan yang membangun hidupmu lebih baik. Pernikahan
terbukti memulihkan masa lalu yang kurang kasih sayang dan juga harga
diri.
Jika Anda sudah menikah, cintailah pasangan dan anak anak dengan
baik. Jadikanlah mereka matahari Anda, yang dapat memantulkan kembali
kasih kepada anda. Pilihlah karir yang sesuai, yang olehnya Anda merasa
berarti dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dengan demikian harga
diri Anda akan dibangun dengan sendirinya.
Source: Christian Therapist Notebook, (Philip Henry dkk); Membangun Harga Diri Anak (Julianto & Roswitha)